Jumat, 14 Agustus 2015

PEMBINAAN JIWA KORSA DAN KODE ETIK PNS




KORSA..!! teriakan bergema yang selalu kita teriakkan bersama,, dan pada saat kegiatan olahraga kita mengatakan Korsa.. Korsa.. Korsa.. saat membentuk barisan sebelum senam. Namun, apakah teman-teman tahu arti sebenarnya dari korsa..?
Jiwa korsa adalah semangat keakraban dalam korps atau corps geest. Jiwa korsa adalah kesadaran korps, perasaan kesatuan, perasaan kekitaan, suatu kecintaan terhadap perhimpunan atau organisasi. Tetapi kebanggaan itu secara wajar, tidak berlebihan, tidak membabi buta.
KORSA adalah singkatan dari Komando Satu Rasa.
Ada juga yang mengartikan korsa adalah kelompok manusia yang senasib, seperjuangan dan setujuan serta berkeinginan untuk selalu bersatu dan berada dalam satu kesatuan yang solid berlandaskan semangat persaudaraan dan kekeluargaan.
Berikut ini adalah ciri jiwa korsa yang baik :
1). Antusiasme dan rasa kebanggan segenap anggota terhadap organisasinya.
2). Reputasi yang baik terhadap organisasi lain.
3). Semangat persaingan secara sehat dan bermutu.
4). Adanya kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
5). Kesediaan anggota untuk saling menolong.
mari kita teriakkan bersama-sama..
KORSA..!!
Masih menyangkut mengenai korsa, selanjutnya kita akan membahas mengenai jiwa korsanya pegawai negeri republik indonesia..
Korps Pegawai Republik Indonesia, atau disingkat Korpri, adalah organisasi di Indonesia yang anggotanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, pegawai BUMN, BUMD serta anak perusahaan, dan perangkat Pemerintah Desa. Meski demikian, Korpri seringkali dikaitkan dengan Pegawai Negeri Sipil. Kedudukan dan kegiatan Korpri tak terlepas dari kedinasan.
Kelancaran tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional sangat dipengaruhi oleh kesempurnaan pengabdian aparatur negara. Pegawai Negeri Sipil (termasuk di dalamnya Calon Pegawai Negeri Sipil) merupakan unsur aparatur negara yang bertugas memberikan pelayanan yang terbaik, adil dan merata kepada masyarakat. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang netral, mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, profesional dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, serta penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia. Agar PNS mampu melaksanakan tugasnya sebagaimana tersebut di atas secara berdaya guna dan berhasil guna, diperlukan pembinaan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pembinaan jiwa korps akan berhasil dengan baik apabila diikuti dengan pelaksanaan dan penerapan kode etik dalam kehidupan sehari-hari PNS.
Dengan adanya kode etik bagi PNS dimaksudkan sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas PNS dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS antara lain diatur mengenai nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pembinaan jiwa korps dan kode etik yang memuat kewajiban PNS terhadap negara dan Pemerintah, terhadap organisasi, terhadap masyarakat, terhadap diri sendiri, dan terhadap sesama PNS, serta penegakan kode etik.

Pembinaan jiwa korps PNS bertujuan untuk:
  1. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan PNS;
  2. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, dan abdi masyarakat;
  3. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan PNS sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ruang lingkup pembinaan jiwa korps PNS mencakup:
  1. Peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas PNS. Etos kerja aparatur yang dimaksud adalah kegiatan atau upaya-upaya untuk menggali dan menerapkan nilai-nilai positif dalam organisasi/instansi Pemerintah yang disepakati oleh para anggota (PNS) untuk meningkatkan produktivitas kerja. Lingkup kegiatan etos kerja aparatur adalah bersifat off job relation artinya kegiatan tersebut berada di luar kewenangan-kewenangan formal dalam mendukung pencapaian tujuan organisasi.
  2. Partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah yang terkait dengan PNS.
  3. Peningkatan kerja sama antara PNS untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningingkatkan jiwa korps PNS.
  4. Perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan PNS sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
KODE ETIK PNS
Kode Etik PNS adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan PNS di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari. Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap PNS wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan Pemerintahan, dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serta terhadap diri sendiri dan sesama PNS sebagaimana yang diatur dalam PP No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
PENEGAKAN KODE ETIK
Berdasarkan PP No. 42 Tahun 2004 pelanggaran kode etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang bertentangan dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik.
PNS yang melakukan pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral. Sanksi moral dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat yang berwenang menghukum atau Pejabat lain yang ditunjuk.
Sanksi moral berupa pernyataan secara tertutup atau pernyataan secara terbuka:
  1. Pernyataan secara tertutup yaitu pernyataan disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh PNS yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan serta pejabat lain yang terkait dengan catatan pejabat terkait dimaksud tidak boleh berpangkat lebih rendah dari PNS yang bersangkutan.
  2. Pernyataan secara terbuka yaitu pernyataan dapat disampaikan melalui forum-forum pertemuan resmi PNS, upacara bendera, media massa dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.
Dalam Pemberian sanksi moral harus disebutkan jenis pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS.
Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di lingkungannya sekurang-kurangnya pejabat struktural eselon IV.
PNS yang melakukan pelanggaran kode etik, selain dikenakan sanksi moral, tidak tertutup kemungkinan yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin PNS atau tindakan administratif lainnya oleh Pejabat yang berwenang menghukum berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode Etik. Penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS, harus berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Disiplin PNS.
MAJELIS KODE ETIK
Majelis Kehormatan Kode Etik PNS yang selanjutnya disingkat Majelis Kode Etik adalah lembaga non struktural pada instansi pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan serta menyelesaikan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh PNS.
Untuk memperoleh obyektivitas dalam menentukan seorang PNS melanggar kode etik, maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada PNS yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik.
Untuk instansi Pemerintah yang mempunyai instansi vertikal di daerah, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di daerah untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.
Pembentukan Majelis Kode Etik ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
Keanggotaan Majelis Kode Etik, terdiri dari:
  1. 1 (satu) orang Ketua merangkap Anggota;
  2. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap Anggota; dan
  3. Sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang Anggota.
Apabila jumlah anggota Majelis Kode Etik lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil. Jabatan dan pangkat anggota Majelis Kode Etik tidak boleh lebih rendah dari jabatan dan pangkat PNS yang diperiksa karena disangka melanggar kode etik.
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah memeriksa PNS yang disangka melanggar kode etik. Untuk mendapatkan objektivitas atas sangkaan pelanggaran kode etik, Majelis Kode Etik di samping dapat memanggil dan memeriksa PNS yang bersangkutan, juga dapat mendengar pejabat lain atau pihak lain yang dipandang perlu.
Majelis Kode Etik mengambil keputusan setelah PNS yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri.
Keputusan Majelis Kode Etik diambil secara musyawarah mufakat. Apabila dalam musyawarah tersebut tidak tercapai mufakat, maka keputusan diambil dengan suara terbanyak.
Keputusan Majelis Kode Etik bersifat final, yaitu bahwa keputusan Majelis Kode Etik tidak dapat diajukan keberatan.
Majelis Kode Etik wajib menyampaikan keputusan hasil sidang majelis kepada Pejabat yang berwenang sebagai bahan dalam memberikan sanksi moral dan/atau sanksi lainnya kepada PNS yang bersangkutan. Ketentuan ini mengaskan bahwa yang memberikan sanksi moral kepada PNS yang melanggar kode etik adalah Pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk. Sanksi moral hanya dapat diberikan apabila Majelis Kode Etik telah merekomendasikan bahwa yang bersangkutan dinyatakan telah melanggar kode etik PNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar